Secara biologis, kualitas tidur perempuan lebih bagus
dibandingkan dengan laki-laki. Ini berkat hormone estrogen yang jauh lebih
banyak dalam tubuh kita. Estrogen menjaga tubuh kita bisa ertidur lebih cepat
dan lebih nyenyak. Kita juga jarang terjaga di malam hari. Tapi sayangnya,
penurunan kadar estrogen saat kita menopause nanti bakal bikin efek
kebalikannya. Jadi susah tidur dehh…
Minggu, 06 Oktober 2013
Being Veggie? Why Not :)
Mengurangi makan daging dan menggantinya dengan makan
sayuran, akan efektif mencegah pemanasan global di bandingkan mengganti mobil
SUV dengan mobil hibrida. Sebanyak 18% efek pemanasan global yang terjadi
disebabkan oleh industri peternakan. Karena selain sebagai pengganti CO2 yang
banyak industry peternakan juga salah satu sumber pencemaran tanah dan air
bersih.
Relasi Akademik dan Organisasi dalam Membingkai Tunas Peradaban
Mencari titik temu antara organisasi dan akademik merupakan
hal yang penting, sebab dalam stigma publik keduanya saling bertentangan.
Organisasi dipandang sebagai lawan dari akademik, begitupun sebaliknya, oleh
karena (menurut stigma ini) pencapaian prestasi disalah satu sisi berkorelasi
negatif dengan sisi sebaliknya. Perkembangan stigma publik tentang pertentangan
ini tentunya tak lepas dari fakta-fakta yang tercerapi bahwa para mahasiswa
yang aktif dalam organisasi memiliki indeks prestasi (IP) yang rendah, sementara
mahasiswa yang hanya fokus dalam pencapaian prestasi akademiknya terpental dari
organisasi.
Adanya
ketakutan pada diri mahasiswa (terutama MABA) akibat stigma publik tentang
organisasi, ditambah dengan pandangan umum bahwa organisasi hanyalah kebutuhan
sekunder membuat pilihan untuk tidak berkecimpung di wilayah organisasi menjadi
pilihan yang paling mungkin untuk diambil. Padahal yang mestinya dilakukan oleh
para mahasiswa adalah menganalisis stigma tersebut agar tidak terjebak pada
posisi dilematis.
Jika
dicermati stigma ini adalah generalisasi terhadap beberapa kasus tentang para
mahasiswa yang menggeluti organisasi. Penarikan kesimpulan secara generalisasi
berawal dari pencerapan terhadap beberapa kasus partikular yang darinya ditarik
satu kesimpulan umum yang berlaku pada setiap kasus tersebut. Akan tetapi,
kelemahan metode ini adalah tidak semua sampling (mahasiswa) dapat di teliti
sehingga kesimpulannya bergantung pada perwakilan sampling dan kondisi
lingkungan di ambilnya sampel tersebut. Pemilihan sampling secara acak dan
kondisi sosial wilayah dimana sampling tersebut di ambil mengakibatkan hasil
generalisasi tidak dapat diterapkan sepenuhnya hingga meliputi sisi yang tidak
diteliti. Oleh karena itu, stigma ini sepenuhnya tidak dapat dibenarkan. Sebab
pada faktanya masih ada para mahasiswa yang mampu membangun korelasi positif
dan produktif seputar relasi akademik dan organisasi.
Hal
yang mesti dipahami oleh setiap mahasiswa adalah bahwa akademik dan organisasi
merupakan kebutuhan pengetahuan. Akademik memperkaya sisi teoritis dan praktis
menyangkut ilmu tertentu, sementara organisasi memberikan kerangka dan tata
cara implementasi dalam membangun sosialitas manusia. Walhasil, sangatlah tidak
bijak untuk mempertentangkan keduanya, atau meninggalkan salah satunya,
mengingat keduanya merupakan kebutuhan pengetahuan yang tentunya saling melengkapi
dan beriringan. Selanjutnya tinggal membangun tata cara dalam relasi akademik
dan organisasi. Mesti ada skala prioritas, hal-hal aksidentil yang tidak
berkorelasi positif dan produktif seyogyanya ditinggalkan.
Mahasiswa
akademisi dan organisatoris diklaim merupakan idealitas dari ciri
kemahasiswaan. Dalam konsepsi ini, mahasiswa tidak saja memahami disiplin ilmu
yang digelutinya, akan tetapi juga memiliki kemampuan organisasi yang menjadi
katalisator dalam implementasi teori di lingkungan sosial. Keseimbangan dua
sisi ini (organisasi dan akademik) akan melahirkan tunas peradaban yang tidak
saja cerdas dalam eksplorasi keilmuan, akan tetapi juga peka terhadap kebutuhan
bangsa sebagai bentuk tanggungjawab sosial yang merupakan konsekuensi
pengetahuan yang dimilikinya. Indonesia membutuhkan generasi yang mampu
menuntaskan permasalahan kemiskinan, pendidikan dan moralitas yang akhir-akhir
ini menjadi polemic akibat akumulasi dari dapur magma perselingkuhan elit yang
selama ini bergejolak dibalik dasi para pembesar negeri ini. Sebuah generasi
yang merupakan garda depan dalam tiap sisi dimana bangsa membutuhkannya.
Kampus
merupakan Rahim pertiwi yang kini tengah mengandung cikal tunas peradaban bangsa, yang diharapkan dapat menjadi lokomotif pembaharuan. Akan tetapi, hal
ini hanya akan jadi utopia ketika sistem pendidikan hanya berorientasi kepada
perolehan angka dan para mahasiswanya tidak memiliki kesadaran tentang
keharusan dirinya untuk lahir sebagai lokomotif pembaharu yang mampu menuntun
bangsa untuk keluar dari kemelut yang mengkungkung nilai-nilai keadilan.
Pendidikan harus mampu hadir sebagai pembebasan dari polemik sosial. Sementara
itu para mahasiswa mesti memahami bahwa transformasi sosial berbasis pada
evolusi dirinya dalam intelektual, spiritual dan tanggungjawab sosialnya.
Dengan demikian tunas peradaban yang lahir dari Rahim pertiwi akan mampu
membingkai Indonesia yang paripurna dimana nilai-nilai sosial menyempurna. (*qvt)
Atlet pakai eyeliner??
Pernah
lihat atlet yang memakai eyeliner atau pewarna hitam di bawah matanya??
Ternyata ini dilakukan bukan untuk gaya-gayaan . Dalam jurnal archives of ophthalmology di juli 2003,
Dr. Pahk dan Debroff dari amerika menemukan kalau pewarna ini membantu atlet
untuk menajamkan penglihatan mereka. Saat atlet bertanding di siang hari,
cahaya matahari akan mengenai pipi dan terpantul ke mata.ini otomatis akan
mengganggu penglihatan si atlet. Pewarna hitam berguna untuk menyerap cahaya
yang terpantul ini dan mengurangi gangguan pada mata.
Sabtu, 05 Oktober 2013
Bakar Tirani
De’
Hidup ini keras
dan kejam. Sejauh mata memandang, hanya terlihat teror penyiksaan. Hembusan
anginnya tak berhenti membawa kabar buruk. Setiap sudutnya hanyalah jurang api
keserakahan. Kobarannya amat tinggi, membakar semua nilai-nilai kemanusiaan. Jika
tak hati-hati kita akan terpeleset. Terjembab, lalu terjun bebas. Sebebas kita
menjerit keras!! Tapi, tak satupun peduli karena kita yatim..
De’
Jarum jam yang
berputar dalam ruangan tak berpihak. Membuat kita terpental menembus setiap
takdir. Jika tak gesit, hanyalah menjaga sakit dan menghitung luka. Jika tak
punya semangat, akan semakin terhempas lalu patah dan terjatuh. Setelah itu
karam di lautan air mata sendiri. Tak menyisakan riak tanda kita pernah ada..
De’
Angin di luar itu
sangat kencang. Dinginnya berpadu dengan petir, kilatnya menyambar segala yang
ada. Masa depan kita, agama kita, lalu hanguslah raga kita tak tersisa apa-apa
sekalipun nama. Karena kita ini kerdil. Kaki kita kecil, gampang tumbang. Rubuh
jika tak punya semangat muda. Sekalipun melangkah akan rebah. Lalu tergilas dan
remuk di telapak kaki raksasa tamak, dan tidak menyisakan apa-apa lagi meski
sekedar nama. Karena kita bukan anak penguasa, bukan pula anak pengusaha.
Tapi syukurlah kita karena tidak jadi bagian dari orang-orang yang jahat
dan rakus, juga licik dan kejam. Mereka bisa berteduh dari sengatan matahari,
bisa sembunyi di balik gedung mewahnya. Yang berdiri di atas tanah rampasannya
dari hantaman badai yang hendak meluluhlantahkan kerakusannya. Mereka bisa
lolos di atas mobil rampokannya, dari kejaran putting beliung yang hendak
memecah topeng kemunafikannya.
De’
Aku tak
memintamu jadi Che, Marx atau Lennin, apalagi menyuruhmu jadi presiden ataupun
menteri. Aku hanya ingin kau tumbuh dewasa, cerdas, bijak, tangguh dan penuh
semangat. Kali ini aku meminta, taburlah benih dendam biar tumbuh perlawanan. Tak
perlu takut, kau tak hanya sendiri dan kita tak hanya berdua. Karena tak jauh
dari sini, ada samudera terhampar luas berisi jutaaan manusia dengan sepenggal
nafas yang tersisa, sesak menyambung jeritnya.
Ada pula jutaan anak yang histeris karena kehilangan buku dan pensilnya. Ada
jutaan petani yang hanya memanen jarinya dengan arit yang sudah tumpul. Ada
jutaan buruh yang hanya mampu merapihkan tulangnya yang mulai tegas, dengan
paku yang sudah berarat. Dan tak sedikit manusia yang menambal perutnya yang
sobek. Mereka semua kelaparan, butuh makan, butuh tanah, butuh pekerjaan.. Sementara
mereka bukan darah biru. Darah merah sama seperti kita.
De’
Jadilah pejuang!!
Untukmu, untukku, dan untuk semua kaum-kaum tertindas. Lalu bersama kita menuai
sejahtera. Juga dengan mereka, kaum-kaum tertindas itu..
Bunga Merah Revolusi
12 MEI, 1988
Mengenang Elang Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana dan
Hafidhin Royan
Empat syuhada berangkat pada suatu
malam, gerimis air mata tertahan di hari keesokan, telinga kami lekapkan ke
tanah kuburan dan simaklah itu sedu-sedan,
Mereka anak muda
pengembara tiada sendiri, mengukir reformasi karena jemu deformasi, dengarkan
saban ahri langkah sahabat-sahabatmu menderu-deru,
Kartu mahasiswa
telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu. Mestinya kalian jadi insinyur
dan ekonom abad dua puluh satu,
Tapi malaikat
telah mencatata indeks prestasi kalian tertinggi di Trisakti bahkan di seluruh
negeri, karena kalian berani mengukir alfabet pertama dari gelombang ini dengan
arteri sendiri,
Merah Putih yang
setengah tiang ini, merunduk di bawah garang matahari, tak mampu mengibarkan
diri karena angin lama bersembunyi,
Tapi peluru logam
telah kami patahkan dalam doa bersama, dan kalian pahlawan bersih dari dendam,
karena jalan masih jauh dan kita perlukan peta dari Tuhan..
Taufiq Ismail – 1998
Mahasiswa Dari Waktu Ke Waktu
Berikan
aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 10
pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.–Bung Karno
Secara formal, penegasan kemampuan pemuda mungkin dikenal melalui
kutipan Bung Karno dalam pidatonya. Akan tetapi, jauh sebelum itu pemuda
Indonesia sudah menampakkan eksistensinya melalui wadah-wadah pergerakan yang
berisi pelajar dan mahasiswa. Lahirnya Budi Oetomo pada tahun 1908 sebagai refleksi sikap kritis dan keresahan
intelektual mempelopori lahirnya wadah pergerakan mahasiswa yang lain.
Mohammad Hatta dan mahasiswa Indonesia lainnya yang sedang belajar di Neverland
Handelshogeschool Rotterdam mendirikan Indische Vereeningin yang kemudian
berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Menyusul kemudian Indische Partij
yang melontarkan propaganda kemerdekaan, dan lain-lain.
Pergerakan
mahasiswa dari zaman pra kemerdekaan kemudian berlanjut ke zaman pasca kemerdekaan,
orde lama dan orde baru yang kemudian menorehkan sejarah tersendiri. Jatuhnya
rezim Soeharto pada tahun 1998 tidak lepas dari peran serta mahasiswa. Kasus
AMARAH dan TRISAKTI menjadi saksi sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia. Saksi
sejarah yang kemudian mengantarkan mahasiswa ke posisi strategis yang
diperhitungkan oleh segala kalangan, mulai dari rakyat biasa sampai pemerintah.
Kampus kemudian menjadi rumah sakit bersalin yang mencatat kelahiran para
aktivis, intelektual dan pemimpin masa depan.
Pelan tapi
pasti, perjalanan waktu mencerminkan fungsi dan peranan mahasiswa yang semakin
melemah. Image pahlawan kemudian berganti dengan trouble maker, anarkis, statis dan lain-lain. Pergerakan yang
bergantung pada momentum kemudian menjadi salah satu penyebab mahasiswa tidak
mampu menjaga konsistensinya. Demo besar-besaran menanggapi sebuah kasus akan
surut seiring dengan pengalihan isu yang menenggelamkan kasus tersebut.
NKK/BKK
pada zaman orde lama yang melarang aktifitas politik di kalangan mahasiswa
menjadi pemicu sistem represif. Munculnya beragam kasus represifitas terhadap
mahasiswa juga menjadi salah satu penyebab stagnansi pergerakan mahasiswa baik
itu represifitas oleh pihak birokrat kampus maupun tuntutan akademik. Skorsing,
DO, pembekuan lembaga kemahasiswaan, sampai pada pemberhentian paksa kegiatan
mahasiswa adalah beberapa contoh represifitas yang dilakukan pihak birokrat
kampus.
Lain lagi dengan mahasiswa farmasi. Sebagai
fakultas dengan program studi eksakta, rutinitas tugas menjadi bentuk
pendidikan represif yang utama. Tuntutan akademik kemudian menjadi belenggu
yang membuat mahasiswanya hampir tidak mempunyai waktu untuk mempelajari bidang
ilmu lain terlebih untuk terjun ke lembaga. Bagaimana mau berlembaga kalau
waktu tidur saja ala kadarnya?
Berangkat dari keadaan tersebut, mari kita
coba menelaah posisi mahasiswa di masyarakat saat ini. Apakah keyakinan Bung
Karno akan kekuatan kaum muda masih bisa dipegang atau tidak. Terlebih lagi
jika dikaitkan dengan fungsi dan peranan mahasiswa sebagai Agent of Change,
Moral of Force dan Social of Control.
Akankah kehadiran sepuluh pemuda masih bisa
mengguncang dunia? Ataukah beralih fungsi seperti celetukan seorang
teman, “Berikan aku sepuluh pemuda niscaya akan kubuat boyband?” (*ann)
Langganan:
Postingan (Atom)