De’
Hidup ini keras
dan kejam. Sejauh mata memandang, hanya terlihat teror penyiksaan. Hembusan
anginnya tak berhenti membawa kabar buruk. Setiap sudutnya hanyalah jurang api
keserakahan. Kobarannya amat tinggi, membakar semua nilai-nilai kemanusiaan. Jika
tak hati-hati kita akan terpeleset. Terjembab, lalu terjun bebas. Sebebas kita
menjerit keras!! Tapi, tak satupun peduli karena kita yatim..
De’
Jarum jam yang
berputar dalam ruangan tak berpihak. Membuat kita terpental menembus setiap
takdir. Jika tak gesit, hanyalah menjaga sakit dan menghitung luka. Jika tak
punya semangat, akan semakin terhempas lalu patah dan terjatuh. Setelah itu
karam di lautan air mata sendiri. Tak menyisakan riak tanda kita pernah ada..
De’
Angin di luar itu
sangat kencang. Dinginnya berpadu dengan petir, kilatnya menyambar segala yang
ada. Masa depan kita, agama kita, lalu hanguslah raga kita tak tersisa apa-apa
sekalipun nama. Karena kita ini kerdil. Kaki kita kecil, gampang tumbang. Rubuh
jika tak punya semangat muda. Sekalipun melangkah akan rebah. Lalu tergilas dan
remuk di telapak kaki raksasa tamak, dan tidak menyisakan apa-apa lagi meski
sekedar nama. Karena kita bukan anak penguasa, bukan pula anak pengusaha.
Tapi syukurlah kita karena tidak jadi bagian dari orang-orang yang jahat
dan rakus, juga licik dan kejam. Mereka bisa berteduh dari sengatan matahari,
bisa sembunyi di balik gedung mewahnya. Yang berdiri di atas tanah rampasannya
dari hantaman badai yang hendak meluluhlantahkan kerakusannya. Mereka bisa
lolos di atas mobil rampokannya, dari kejaran putting beliung yang hendak
memecah topeng kemunafikannya.
De’
Aku tak
memintamu jadi Che, Marx atau Lennin, apalagi menyuruhmu jadi presiden ataupun
menteri. Aku hanya ingin kau tumbuh dewasa, cerdas, bijak, tangguh dan penuh
semangat. Kali ini aku meminta, taburlah benih dendam biar tumbuh perlawanan. Tak
perlu takut, kau tak hanya sendiri dan kita tak hanya berdua. Karena tak jauh
dari sini, ada samudera terhampar luas berisi jutaaan manusia dengan sepenggal
nafas yang tersisa, sesak menyambung jeritnya.
Ada pula jutaan anak yang histeris karena kehilangan buku dan pensilnya. Ada
jutaan petani yang hanya memanen jarinya dengan arit yang sudah tumpul. Ada
jutaan buruh yang hanya mampu merapihkan tulangnya yang mulai tegas, dengan
paku yang sudah berarat. Dan tak sedikit manusia yang menambal perutnya yang
sobek. Mereka semua kelaparan, butuh makan, butuh tanah, butuh pekerjaan.. Sementara
mereka bukan darah biru. Darah merah sama seperti kita.
De’
Jadilah pejuang!!
Untukmu, untukku, dan untuk semua kaum-kaum tertindas. Lalu bersama kita menuai
sejahtera. Juga dengan mereka, kaum-kaum tertindas itu..
Bunga Merah Revolusi