Rabu, 13 November 2013

Merdeka atau Mati



Derap langkah para penjajah
Denting perang para pejuang
Bersatu padu dalam gemuruh
Pantang mundur tanpa menang

Merdeka atau mati
Mengalir dalam tiap tetes darah
Merdeka atau mati
Demi tanah air yang tercinta

Kemerdekaan sejati, apakah ilusi?
Saat tiram bertopengkan penyelamat
Saat kenyang hanya lapisan atas

Kemerdekaan sejati, di manakah kini?
Ketika kesejahteraan mengatasnamakan ego
Ketika kepentingan melahirkan kebijakan

Kembalikan kemerdekaan pada kami
Kemerdekaan sejati tanpa belenggu
Kembalikan Indonesia pada kami

Oleh : Slv



Minggu, 10 November 2013

Menulis Juga Pahlawan, Kok


Makassar, 10 November 2013. BEM Fakultas Farmasi UMI melaksanakan salah satu Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar yang merupakan salah satu program kerja dari Departemen Hubungan Masyarakat. Kegiatan yang bertepatan dengan hari pahlawan nasional ini mengangkat tema “Jurnalistik Sebagai Wadah Pengembangan Aspirasi Mahasiswa Farmasi”.
 
Pelatihan ini merupakan kegiatan di bidang jurnalistik yang pertama kali diadakan oleh Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Farmasi dan diharapkan mampu menjadi sarana penyalur minat dan bakat mahasiswa. Kegiatan yang dibuka langsung oleh Presiden BEM Fakultas Farmasi UMI ini diikuti oleh 10 orang peserta yang sebagian besarnya adalah angkatan dari 2013. “Kuantitas yang minim diharapkan tidak berbanding lurus dengan kualitas yang dihasilkan”, demikian yang dipaparkan oleh Aulia Fachrazi dalam sambutannya sebagai ketua panitia.

Pelatihan yang dimulai pukul 09.30 WITA ini terdiri dari 4 materi dan diselingi dengan beberapa games yang difasilitasi oleh 5 orang panitia. Materi pertama Sejarah Pers dilanjutkan dengan Manajemen Redaksi dan Perusahaan, Tehnik Layout dan Desain Grafis, serta Tehnik Wawancara dan Penulisan Berita. Semua pemateri berasal dari UKM Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa (UPPM) UMI. Di akhir kegiatan, dilakukan simulasi wawancara dan menulis berita agar apa yang sudah didapatkan dapat langsung diaktualkan.

“Perlawanan terakhir adalah do'a. Tapi sebelum menyerah, berjuanglah walau hanya dengan menulis. Menulislah, karena dengan menulis kita bisa memiliki sejarah. Katakan padaku, siapa yang tidak menulis kemudian menjadi orang besar?” ujar pemateri di akhir pemaparan materinya. (*slv)

Minggu, 06 Oktober 2013

Estrogen dan Kualitas Tidur Perempuan

Secara biologis, kualitas tidur perempuan lebih bagus dibandingkan dengan laki-laki. Ini berkat hormone estrogen yang jauh lebih banyak dalam tubuh kita. Estrogen menjaga tubuh kita bisa ertidur lebih cepat dan lebih nyenyak. Kita juga jarang terjaga di malam hari. Tapi sayangnya, penurunan kadar estrogen saat kita menopause nanti bakal bikin efek kebalikannya. Jadi susah tidur dehh…

Being Veggie? Why Not :)

Mengurangi makan daging dan menggantinya dengan makan sayuran, akan efektif mencegah pemanasan global di bandingkan mengganti mobil SUV dengan mobil hibrida. Sebanyak 18% efek pemanasan global yang terjadi disebabkan oleh industri peternakan. Karena selain sebagai pengganti CO2 yang banyak industry peternakan juga salah satu sumber pencemaran tanah dan air bersih.

Relasi Akademik dan Organisasi dalam Membingkai Tunas Peradaban

Mencari titik temu antara organisasi dan akademik merupakan hal yang penting, sebab dalam stigma publik keduanya saling bertentangan. Organisasi dipandang sebagai lawan dari akademik, begitupun sebaliknya, oleh karena (menurut stigma ini) pencapaian prestasi disalah satu sisi berkorelasi negatif dengan sisi sebaliknya. Perkembangan stigma publik tentang pertentangan ini tentunya tak lepas dari fakta-fakta yang tercerapi bahwa para mahasiswa yang aktif dalam organisasi memiliki indeks prestasi (IP) yang rendah, sementara mahasiswa yang hanya fokus dalam pencapaian prestasi akademiknya terpental dari organisasi.
Adanya ketakutan pada diri mahasiswa (terutama MABA) akibat stigma publik tentang organisasi, ditambah dengan pandangan umum bahwa organisasi hanyalah kebutuhan sekunder membuat pilihan untuk tidak berkecimpung di wilayah organisasi menjadi pilihan yang paling mungkin untuk diambil. Padahal yang mestinya dilakukan oleh para mahasiswa adalah menganalisis stigma tersebut agar tidak terjebak pada posisi dilematis.
Jika dicermati stigma ini adalah generalisasi terhadap beberapa kasus tentang para mahasiswa yang menggeluti organisasi. Penarikan kesimpulan secara generalisasi berawal dari pencerapan terhadap beberapa kasus partikular yang darinya ditarik satu kesimpulan umum yang berlaku pada setiap kasus tersebut. Akan tetapi, kelemahan metode ini adalah tidak semua sampling (mahasiswa) dapat di teliti sehingga kesimpulannya bergantung pada perwakilan sampling dan kondisi lingkungan di ambilnya sampel tersebut. Pemilihan sampling secara acak dan kondisi sosial wilayah dimana sampling tersebut di ambil mengakibatkan hasil generalisasi tidak dapat diterapkan sepenuhnya hingga meliputi sisi yang tidak diteliti. Oleh karena itu, stigma ini sepenuhnya tidak dapat dibenarkan. Sebab pada faktanya masih ada para mahasiswa yang mampu membangun korelasi positif dan produktif seputar relasi akademik dan organisasi.
Hal yang mesti dipahami oleh setiap mahasiswa adalah bahwa akademik dan organisasi merupakan kebutuhan pengetahuan. Akademik memperkaya sisi teoritis dan praktis menyangkut ilmu tertentu, sementara organisasi memberikan kerangka dan tata cara implementasi dalam membangun sosialitas manusia. Walhasil, sangatlah tidak bijak untuk mempertentangkan keduanya, atau meninggalkan salah satunya, mengingat keduanya merupakan kebutuhan pengetahuan yang tentunya saling melengkapi dan beriringan. Selanjutnya tinggal membangun tata cara dalam relasi akademik dan organisasi. Mesti ada skala prioritas, hal-hal aksidentil yang tidak berkorelasi positif dan produktif seyogyanya ditinggalkan.
Mahasiswa akademisi dan organisatoris diklaim merupakan idealitas dari ciri kemahasiswaan. Dalam konsepsi ini, mahasiswa tidak saja memahami disiplin ilmu yang digelutinya, akan tetapi juga memiliki kemampuan organisasi yang menjadi katalisator dalam implementasi teori di lingkungan sosial. Keseimbangan dua sisi ini (organisasi dan akademik) akan melahirkan tunas peradaban yang tidak saja cerdas dalam eksplorasi keilmuan, akan tetapi juga peka terhadap kebutuhan bangsa sebagai bentuk tanggungjawab sosial yang merupakan konsekuensi pengetahuan yang dimilikinya. Indonesia membutuhkan generasi yang mampu menuntaskan permasalahan kemiskinan, pendidikan dan moralitas yang akhir-akhir ini menjadi polemic akibat akumulasi dari dapur magma perselingkuhan elit yang selama ini bergejolak dibalik dasi para pembesar negeri ini. Sebuah generasi yang merupakan garda depan dalam tiap sisi dimana bangsa membutuhkannya.
Kampus merupakan Rahim pertiwi yang kini tengah mengandung cikal tunas peradaban bangsa, yang diharapkan dapat menjadi lokomotif pembaharuan. Akan tetapi, hal ini hanya akan jadi utopia ketika sistem pendidikan hanya berorientasi kepada perolehan angka dan para mahasiswanya tidak memiliki kesadaran tentang keharusan dirinya untuk lahir sebagai lokomotif pembaharu yang mampu menuntun bangsa untuk keluar dari kemelut yang mengkungkung nilai-nilai keadilan. Pendidikan harus mampu hadir sebagai pembebasan dari polemik sosial. Sementara itu para mahasiswa mesti memahami bahwa transformasi sosial berbasis pada evolusi dirinya dalam intelektual, spiritual dan tanggungjawab sosialnya. Dengan demikian tunas peradaban yang lahir dari Rahim pertiwi akan mampu membingkai Indonesia yang paripurna dimana nilai-nilai sosial menyempurna. (*qvt)

Atlet pakai eyeliner??

Pernah lihat atlet yang memakai eyeliner atau pewarna hitam di bawah matanya?? Ternyata ini dilakukan bukan untuk gaya-gayaan . Dalam jurnal archives of ophthalmology di juli 2003, Dr. Pahk dan Debroff dari amerika menemukan kalau pewarna ini membantu atlet untuk menajamkan penglihatan mereka. Saat atlet bertanding di siang hari, cahaya matahari akan mengenai pipi dan terpantul ke mata.ini otomatis akan mengganggu penglihatan si atlet. Pewarna hitam berguna untuk menyerap cahaya yang terpantul ini dan mengurangi gangguan pada mata.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Bakar Tirani

De’
Hidup ini keras dan kejam. Sejauh mata memandang, hanya terlihat teror penyiksaan. Hembusan anginnya tak berhenti membawa kabar buruk. Setiap sudutnya hanyalah jurang api keserakahan. Kobarannya amat tinggi, membakar semua nilai-nilai kemanusiaan. Jika tak hati-hati kita akan terpeleset. Terjembab, lalu terjun bebas. Sebebas kita menjerit keras!! Tapi, tak satupun peduli karena kita yatim..
De’
Jarum jam yang berputar dalam ruangan tak berpihak. Membuat kita terpental menembus setiap takdir. Jika tak gesit, hanyalah menjaga sakit dan menghitung luka. Jika tak punya semangat, akan semakin terhempas lalu patah dan terjatuh. Setelah itu karam di lautan air mata sendiri. Tak menyisakan riak tanda kita pernah ada..
De’
Angin di luar itu sangat kencang. Dinginnya berpadu dengan petir, kilatnya menyambar segala yang ada. Masa depan kita, agama kita, lalu hanguslah raga kita tak tersisa apa-apa sekalipun nama. Karena kita ini kerdil. Kaki kita kecil, gampang tumbang. Rubuh jika tak punya semangat muda. Sekalipun melangkah akan rebah. Lalu tergilas dan remuk di telapak kaki raksasa tamak, dan tidak menyisakan apa-apa lagi meski sekedar nama. Karena kita bukan anak penguasa, bukan pula anak pengusaha.
Tapi syukurlah kita karena tidak jadi bagian dari orang-orang yang jahat dan rakus, juga licik dan kejam. Mereka bisa berteduh dari sengatan matahari, bisa sembunyi di balik gedung mewahnya. Yang berdiri di atas tanah rampasannya dari hantaman badai yang hendak meluluhlantahkan kerakusannya. Mereka bisa lolos di atas mobil rampokannya, dari kejaran putting beliung yang hendak memecah topeng kemunafikannya.
De’
Aku tak memintamu jadi Che, Marx atau Lennin, apalagi menyuruhmu jadi presiden ataupun menteri. Aku hanya ingin kau tumbuh dewasa, cerdas, bijak, tangguh dan penuh semangat. Kali ini aku meminta, taburlah benih dendam biar tumbuh perlawanan. Tak perlu takut, kau tak hanya sendiri dan kita tak hanya berdua. Karena tak jauh dari sini, ada samudera terhampar luas berisi jutaaan manusia dengan sepenggal nafas yang tersisa, sesak menyambung jeritnya.
Ada pula jutaan anak yang histeris karena kehilangan buku dan pensilnya. Ada jutaan petani yang hanya memanen jarinya dengan arit yang sudah tumpul. Ada jutaan buruh yang hanya mampu merapihkan tulangnya yang mulai tegas, dengan paku yang sudah berarat. Dan tak sedikit manusia yang menambal perutnya yang sobek. Mereka semua kelaparan, butuh makan, butuh tanah, butuh pekerjaan.. Sementara mereka bukan darah biru. Darah merah sama seperti kita.
De’
Jadilah pejuang!! Untukmu, untukku, dan untuk semua kaum-kaum tertindas. Lalu bersama kita menuai sejahtera. Juga dengan mereka, kaum-kaum tertindas itu..

Bunga Merah Revolusi